
Viral Pembukaan Lahan di Sekitar Gunung Tangkuban Parahu
Viral Pembukaan Lahan di Sekitar Gunung Tangkuban Parahu
Belakangan ini, media sosial dihebohkan dengan beredarnya video dan foto terkait aktivitas pembukaan lahan yang dilakukan di kawasan yang berdekatan dengan Gunung Tangkuban Parahu, tepatnya di area perkebunan teh Sukawana yang dikelola oleh PTPN VIII. Kejadian ini terjadi di wilayah Parongpong, Kabupaten Bandung Barat (KBB), dan memicu kekhawatiran banyak pihak, terutama terkait dampaknya terhadap lingkungan serta potensi gangguan terhadap kawasan konservasi.
Viral Pembukaan Lahan di Sekitar Gunung Tangkuban Parahu
Warganet ramai-ramai mengunggah dan membagikan momen pembukaan lahan tersebut, dengan sebagian besar mengkhawatirkan bahwa area yang dibuka masuk ke dalam kawasan lindung atau zona penyangga konservasi Gunung Tangkuban Parahu. Tak sedikit pula yang menanyakan legalitas dari kegiatan tersebut.
Lokasi Pembukaan Lahan yang Jadi Sorotan
Aktivitas pembukaan lahan tersebut dilakukan di perkebunan teh yang telah lama beroperasi di wilayah Sukawana. Meski secara administratif berada di bawah pengelolaan PTPN VIII, jarak lahan tersebut terbilang cukup dekat dengan kawasan konservasi Gunung Tangkuban Parahu, yang membuat masyarakat mempertanyakan apakah ada pelanggaran zona konservasi.
Kegiatan pembukaan lahan tampak masif, dengan alat berat yang digunakan untuk meratakan tanah. Banyak yang menduga lahan tersebut akan digunakan untuk pembangunan akomodasi wisata atau fasilitas komersial lainnya, mengingat kawasan tersebut memang memiliki potensi pariwisata tinggi berkat keindahan alamnya.
Tanggapan Resmi dari BBKSDA Jawa Barat
Menanggapi keramaian yang terjadi di dunia maya, pihak Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat akhirnya buka suara. Dalam keterangan resminya, BBKSDA menyebut bahwa berdasarkan pengecekan langsung ke lokasi, pembukaan lahan tersebut tidak termasuk dalam kawasan konservasi yang mereka kelola.
“Lahan yang dibuka itu berada di area HGU (Hak Guna Usaha) milik PTPN VIII dan secara legal berada di luar kawasan konservasi. Namun demikian, kami tetap akan memantau perkembangan di lapangan untuk memastikan tidak ada dampak ekologis terhadap kawasan konservasi di sekitarnya,” jelas perwakilan BBKSDA Jabar.
Pihak BBKSDA juga menegaskan bahwa mereka berkomitmen menjaga kelestarian lingkungan di sekitar Gunung Tangkuban Parahu dan tidak segan akan mengambil tindakan jika ditemukan pelanggaran terhadap aturan konservasi yang berlaku.
PTPN VIII Beri Penjelasan Mengenai Aktivitas di Lahan
Pihak PTPN VIII selaku pengelola lahan juga memberikan klarifikasi atas isu yang beredar. Dalam penjelasannya, mereka menyebut bahwa aktivitas pembukaan lahan tersebut dilakukan untuk optimalisasi lahan perkebunan dan bukan untuk kepentingan pembangunan properti atau pariwisata komersial.
Menurut manajemen PTPN VIII, lahan yang digunakan merupakan bagian dari HGU yang sah, dan kegiatan yang dilakukan tidak melanggar hukum. “Kami tetap memperhatikan aspek lingkungan dan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk memastikan kegiatan ini tidak berdampak buruk pada ekosistem sekitar,” ujar perwakilan PTPN.
Meski begitu, mereka menyadari bahwa komunikasi publik sangat penting agar tidak terjadi kesalahpahaman, terlebih di era digital di mana informasi menyebar dengan sangat cepat.
Kekhawatiran Masyarakat dan Aktivis Lingkungan
Meski telah ada penjelasan resmi, sebagian masyarakat dan aktivis lingkungan masih menyuarakan kekhawatirannya. Pasalnya, area di sekitar Gunung Tangkuban Parahu merupakan kawasan yang sensitif secara ekologi dan memiliki peran penting sebagai daerah resapan air dan habitat satwa liar.
Beberapa organisasi masyarakat sipil meminta adanya kajian dampak lingkungan (AMDAL) dan transparansi rencana jangka panjang dari pihak pengelola lahan. Mereka juga menuntut adanya ruang partisipasi publik dalam pengambilan keputusan terkait pemanfaatan lahan di sekitar kawasan konservasi.
Penutup
Kejadian pembukaan lahan di dekat Gunung Tangkuban Parahu menjadi bukti bahwa keterbukaan informasi dan koordinasi lintas instansi sangat penting dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan. Meski aktivitas tersebut dinyatakan legal dan berada di luar zona konservasi, pengawasan ketat tetap dibutuhkan agar tidak berdampak pada kawasan penting di sekitarnya.
Semua pihak—baik pemerintah, pengelola lahan, maupun masyarakat—perlu saling bersinergi untuk menjaga keberlangsungan alam dan menjamin bahwa pembangunan dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.